Sebuah tayangan iklan dengan seorang cowboy yang menunggang kuda melintasi gunung, kemudian zoom out hutan yang rimbun dan berakhir dengan “Come To Where The Flavor is, Come To Marlboro Country”. Atau gambaran seorang laki-laki yang berpacu dengan seekor harimau dan seekor elang dan berakhir dengan “Pria Punya Selera”. Itulah beberapa gambaran ttg Konsep TVC Rokok yang sangat membangun emosional kita.
Iklan yang pertama saya sebut diatas kini hanya bisa lihat di Event-event off air mereka mengingat ada compliance yang mengharuskan mereka tidak boleh beriklan di TV lagi. Sedangkan iklan yang kedua masih bisa kita lihat di TV diatas jam 10.30 malam. Aturan-aturan yang semakin ketat, justru membuat mereka semakin mantap melangkah ke level Brand yang lebih tinggi. Now, They are not talking about Price, Product or Place anymore but they are chasing the consumer heart through the Emotional Branding.
Sejujurnya mereka sangat “ahli” bermain dengan Emotional, of course keadaan memang memaksa mereka begitu. Asyiknya rame-rame, Nikmatnya Kesempurnaan, Kharisma Indonesia, Enjoy Aja dan masih banyak lagi tag line – tag line yang bicara ttg emotional. Menarik memang, karena tantangannya adalah bagaimana mentransformasikan Rasa dari Rokok + Segmentasi + Positioning hingga bisa menyentuh target market yang diinginkan melalui komunikasi yang tidak bicara produk. Apalagi jika targetnya adalah akuisisi pelanggan, hmm kekuatan tag line benar-benar sangat diandalkan!
Anyway, ada key of challenge yang kita dapat, How to Transform Product + Segmentation to the right Positioning with objective to grab the right Target Market through Emotional Branding?
Okay kita bahas yuk! Apa sih Emotional Branding? Secara sederhana adalah sebuah strategy komunikasi dimana kita lebih menonjolkan kedekatan emosional antara produk/brand kita ke konsumen. Dalam frame ini, kita bicara beyond the product content. Kita menyampaikan benefit produk kita dalam bentuk perasaan yang akan dirasakan oleh konsumen. Hmm.. perasaan.. yap itu adalah key word untuk Emotional Branding.
Secara flow, simplenya adalah Product Approach => Emotional Approach
Produk itu akan efektif dibawa ke perasaan jika consumer sudah mencapai tahap Addict ke produk tersebut. Jika masih masuk dalam tahap akuisisi apalagi masih baru tahap launch rasanya emotional branding masih belum bisa menjadi pilihan strategi komunikasi. Nah, disinilah tantangannya bagi para perusahan rokok, mereka sudah sudah harus mentransformasikan produknya ke perasaan hingga perkembangan approach nya hanya bisa dibaca dari perubahan tag line nya saja dimulai tepat saat produk itu dilaunch. What a great Challenge indeed?
Membuat orang merasakan kehadiran brand kita di diri mereka bukan suatu yang mudah namun juga bukan rocket science. Apa aja sih yang menjadi key drivernya?
Secara umum beberapa diantaranya adalah:
1. Satisfaction beyond Expectation
Nah ini adalah basic nya, dimana consumer harus puas dengan product itu sendiri. Tingkat kepuasan itu sendiri bisa dinilai dari perbandingan nilai rupiah yang dibayar dengan kualitas yang diterima. Atau Gap antara persepsi dan kualitas yang diterima secara positif semakin besar. Hasilnya, semakin jauh melebihi ekspektasi maka semakin tinggi tingkat kepuasan consumer.
2. Consistency of Brand Image
Ini adalah kemampuan menjaga kualitas dari produk/brand pada setiap titik pertemuan antara Brand dan Consumer (mulai dari TVC, Trade Market, Packaging, dll). Yang pada akhirnya menciptakan keterikatan dan ketergantungan. Konsistensi ini akan membangun Brand Image yang mana Brand Valuenya berkembang sesuai dengan konsistensi penjagaan Brand Image tersebut.
Perasaan itu timbul dari Kepuasaan, dan Kepuasan yang terus menerus didapatkan akan mempertinggi tingkat Perasaan tersebut. Menciptakan ikatan emosional tidak bisa hanya via Iklan yang menggugah perasaan saja. Perasaan yang sustainable tidak bisa diciptakan secara instant.
Rokok paham akan konsep perasaan, itulah sebabnya mereka secara gigih terus menerus menjaga kehadiran mereka diantara pelanggannya, mulai dari Event-event yang mendekatkan brand dengan konsumen hingga secara konsisten menjaga harga, kualitas dan kehadiran produknya dimasyarakat. Bila ada produk baru, kita akan sering melihat mereka melakukan Activation dimana-mana. Usaha ini juga tidak surut walau produk mereka sudah besar sekalipun. Transformasi Produk ke Perasaan hanya akan terjadi via consumer Engagement, Kepuasan dan Konsistensi.
We could learn from them on how to transform Product to Emotional..
(Sumber : Ronald Sipahutar)
Iklan yang pertama saya sebut diatas kini hanya bisa lihat di Event-event off air mereka mengingat ada compliance yang mengharuskan mereka tidak boleh beriklan di TV lagi. Sedangkan iklan yang kedua masih bisa kita lihat di TV diatas jam 10.30 malam. Aturan-aturan yang semakin ketat, justru membuat mereka semakin mantap melangkah ke level Brand yang lebih tinggi. Now, They are not talking about Price, Product or Place anymore but they are chasing the consumer heart through the Emotional Branding.
Sejujurnya mereka sangat “ahli” bermain dengan Emotional, of course keadaan memang memaksa mereka begitu. Asyiknya rame-rame, Nikmatnya Kesempurnaan, Kharisma Indonesia, Enjoy Aja dan masih banyak lagi tag line – tag line yang bicara ttg emotional. Menarik memang, karena tantangannya adalah bagaimana mentransformasikan Rasa dari Rokok + Segmentasi + Positioning hingga bisa menyentuh target market yang diinginkan melalui komunikasi yang tidak bicara produk. Apalagi jika targetnya adalah akuisisi pelanggan, hmm kekuatan tag line benar-benar sangat diandalkan!
Anyway, ada key of challenge yang kita dapat, How to Transform Product + Segmentation to the right Positioning with objective to grab the right Target Market through Emotional Branding?
Okay kita bahas yuk! Apa sih Emotional Branding? Secara sederhana adalah sebuah strategy komunikasi dimana kita lebih menonjolkan kedekatan emosional antara produk/brand kita ke konsumen. Dalam frame ini, kita bicara beyond the product content. Kita menyampaikan benefit produk kita dalam bentuk perasaan yang akan dirasakan oleh konsumen. Hmm.. perasaan.. yap itu adalah key word untuk Emotional Branding.
Secara flow, simplenya adalah Product Approach => Emotional Approach
Produk itu akan efektif dibawa ke perasaan jika consumer sudah mencapai tahap Addict ke produk tersebut. Jika masih masuk dalam tahap akuisisi apalagi masih baru tahap launch rasanya emotional branding masih belum bisa menjadi pilihan strategi komunikasi. Nah, disinilah tantangannya bagi para perusahan rokok, mereka sudah sudah harus mentransformasikan produknya ke perasaan hingga perkembangan approach nya hanya bisa dibaca dari perubahan tag line nya saja dimulai tepat saat produk itu dilaunch. What a great Challenge indeed?
Membuat orang merasakan kehadiran brand kita di diri mereka bukan suatu yang mudah namun juga bukan rocket science. Apa aja sih yang menjadi key drivernya?
Secara umum beberapa diantaranya adalah:
1. Satisfaction beyond Expectation
Nah ini adalah basic nya, dimana consumer harus puas dengan product itu sendiri. Tingkat kepuasan itu sendiri bisa dinilai dari perbandingan nilai rupiah yang dibayar dengan kualitas yang diterima. Atau Gap antara persepsi dan kualitas yang diterima secara positif semakin besar. Hasilnya, semakin jauh melebihi ekspektasi maka semakin tinggi tingkat kepuasan consumer.
2. Consistency of Brand Image
Ini adalah kemampuan menjaga kualitas dari produk/brand pada setiap titik pertemuan antara Brand dan Consumer (mulai dari TVC, Trade Market, Packaging, dll). Yang pada akhirnya menciptakan keterikatan dan ketergantungan. Konsistensi ini akan membangun Brand Image yang mana Brand Valuenya berkembang sesuai dengan konsistensi penjagaan Brand Image tersebut.
Perasaan itu timbul dari Kepuasaan, dan Kepuasan yang terus menerus didapatkan akan mempertinggi tingkat Perasaan tersebut. Menciptakan ikatan emosional tidak bisa hanya via Iklan yang menggugah perasaan saja. Perasaan yang sustainable tidak bisa diciptakan secara instant.
Rokok paham akan konsep perasaan, itulah sebabnya mereka secara gigih terus menerus menjaga kehadiran mereka diantara pelanggannya, mulai dari Event-event yang mendekatkan brand dengan konsumen hingga secara konsisten menjaga harga, kualitas dan kehadiran produknya dimasyarakat. Bila ada produk baru, kita akan sering melihat mereka melakukan Activation dimana-mana. Usaha ini juga tidak surut walau produk mereka sudah besar sekalipun. Transformasi Produk ke Perasaan hanya akan terjadi via consumer Engagement, Kepuasan dan Konsistensi.
We could learn from them on how to transform Product to Emotional..
(Sumber : Ronald Sipahutar)
0 comments:
Posting Komentar