Karena ketertarikannya pada bidang fotografi, cognitive neuroscience, dan antropologi dunia berkembang, Gerald Zaltman berkunjung ke Nepal pada tahun 1990. Dia mengambil foto-foto di pasar-pasar tradisional Nepal. Ketika berada di negara yang terletak di bawah kaki Himalaya tersebut, sebuah pikiran tiba-tiba hinggap di kepalanya. Dia berpikir, meskipun dia berhasil mengambil gambar-gambar dari seluruh pelosok dunia, gambar-gambar tersebut adalah gambar-gambar yang dilihat melalui matanya. Sebuah ide lantas muncul: Bagaimana bila saya memberikan kamera dan film kepada orang-orang yang belum pernah memotret sebelumnya dan membiarkan mereka bercerita sendiri melalui foto-foto yang mereka ambil sendiri?
Dia menghubungi Eastman Kodak, yang mensponsorinya beberapa kamera plastik dan film-film. Segera dia kembali ke Nepal, membagi-bagikan kamera tersebut ke penduduk setempat, dan meminta mereka memotret. Zaltman bertanya pada mereka, “Jika Anda meninggalkan desa ini, foto apa yang ingin Anda bawa untuk menunjukkan pada orang lain kehidupanmu di desa ini?”
Ketika Zaltman dan istrinya melihat hasil pemotretan para penduduk desa tersebut, mereka berusaha menganalisis foto-foto tersebut. Ternyata, foto-foto tersebut bercerita sangat banyak. Setiap lembar foto menyimpang cerita, yang kadang penuh dengan drama, paradoks, dan kontradiksi. Sebagai contoh, banyak foto-foto tersebut yang tidak memotret bagian kaki. Awalnya Zaltman menganggap hal itu karena kesalahan teknik pengambilan gambar. Namun ternyata hal tersebut memang disengaja. Para penduduk desa tidak ingin menunjukkan kaki telanjang mereka, sebuah pesan yang sangat kuat untuk disampaikan.
Zaltman langsung tahu dia telah menemukan sesuatu yang penting, walau dia belum memiliki gambaran konkrit. Sebagai seorang profesor dari University of Pittsburgh, dia memutuskan untuk menyelidiki penemuannya itu dengan lebih dalam. Berkat bantuan seorang mahasiswa PhD-nya, Robin Coulter, Zaltman mengembangkan penyelidikan tersebut di negaranya. Mereka membagi-bagikan kamera dan meminta para subjek penelitian mengambil gambar-gambar yang mencermikan perasaan mereka terhadap produk atau layanan tertentu. Banyak dari subjek yang kesulitan mendapatkan momen yang sesuai, sehingga Zaltman memperbolehkan mereka mencari gambar-gambar tersebut dari buku atau majalah lain.
Perlahan-lahan, Zaltman akhirnya mengembangkan metode riset pasar baru, yang diberi nama Zaltman Metaphor Elicitation Method (ZMET), sebuah metode baru yang menggunakan bidang-bidang neurobiologi, psikoanalisis, linguistik, dan teori seni untuk mengungkapkan model mental konsumen. Teknik yang sudah dipatenkan ini dianggap sangat efektif untuk menggali ke alam bawah sadar konsumen karena alam bawah sadar manusia umumnya berkomunikasi melalui media visual. Teknik untuk mengetahui bawah sadar konsumen (atau manusia) melalui survei, interview, atau focus group sulit masuk terlalu jauh karena media penyelidikan yang digunakan adalah verbal. Ketika metode verbal dipakai untuk menangkap nuansa-nuansa visual, yang terjadi adalah mirip dengan dua orang yang menguasai bahasa yang berbeda harus berkomunikasi. Kadang secara intuitif, kita mungkin bisa menangkap maksud lawan bicara kita, tetapi pada kebanyakan kasus, yang sering terjadi adalah kesalahpahaman.
Secara singkat, metode ZMET ini terdiri dari 3 tahapan. Pada tahap pertama, seperti yang sudah dijelaskan di atas, para subjek diminta mencari gambar-gambar visual yang sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Setelah itu, pada tahap kedua, para subjek akan melalui wawancara intensif (sekitar 1-2 jam), di mana mereka harus menjelaskan alasan pemilihan gambar-gambar tersebut. Pewawancara, yang sering sudah dilatih untuk melakukan wawancara psikoanalisis, akan menggali alasan yang dikemukakan sedalam-dalamnya. Mereka mungkin akan mengajukan pertanyaan-pertanya an seperti: “Bila Anda bertanya pada telepon genggam Anda, apa kira-kira jawabannya?”, atau “Mengapa Anda memilih Agnes Monica? Apa yang kira-kira ingin disampaikan Agnes Monica kepada Anda lewat gambar tersebut?” Kemudian pada tahap ketiga, para subjek akan diminta menggabungkan gambar-gambar tersebut menjadi sebuah gambar besar. Melalui gambar besar tersebut, para subjek diminta menyimpulkan ide-ide yang ada di kepalanya.
Teknik ini, walau kadang kelihatan lucu atau tidak masuk di akal, namun telah terbukti cukup efektif dan saat ini banyak dipakai perusahaan-perusaha an multinasional seperti P&G, Motorola, dan Coca Cola. Sebagai contoh, ketika Motorola memakai teknik ini untuk memasarkan sistem keamanan mereka, gambar-gambar yang diperlihatkan menunjukkan banyaknya gambar anjing. Setelah diselidiki, ternyata anjing merupakan simbol keamanan dan kesetiaan, suatu hal yang dicari para konsumen dalam sebuah sistem keamanan. Apa yang dilakukan Motorola? Produk tersebut tidak diposisikan sebagai teknologi canggih, tetapi lebih sebagai teman setia. Nama produknya? The Watchdog.
GM yang memakai teknik serupa untuk memasarkan truk Chevrolet, menemukan banyaknya konsumen yang mengasosiasikan truk Chevrolet dengan batu. Koneksi tersebut dibuat karena mereka melihat produk tersebut memiliki kualitas-kualitas yang juga dimiliki bebatuan seperti mampu diandalkan dan bisa bertahan di kondisi yang buruk sekalipun. Pengetahuan tersebut lalu diterjemahkan ke iklan-iklan yang semakin memperkuat asosiasi tersebut secara luas.
ZMET jelas merupakan metode yang ampuh untuk mengenali keinginan terdalam konsumen, yang sering kelewatan bila memakai metode-metode lain yang lebih sederhana. Hanya saja memang dibutuhkan latihan tambahan bagi mereka yang ingin memakainya. Bagi pembaca yang tertarik untuk belajar teknik ini lebih jauh, sangat dianjurkan untuk membaca buku karangan Zaltman sendiri, How Customers Think.
(Catatan kecil: Tahun 1991, tak lama setelah perjalanannya ke Nepal, Zaltman pindah ke Harvard Business School, di mana dia tetap mengabdi sebagai profesor sampai saat ini.)
(sumber : internet)
Dia menghubungi Eastman Kodak, yang mensponsorinya beberapa kamera plastik dan film-film. Segera dia kembali ke Nepal, membagi-bagikan kamera tersebut ke penduduk setempat, dan meminta mereka memotret. Zaltman bertanya pada mereka, “Jika Anda meninggalkan desa ini, foto apa yang ingin Anda bawa untuk menunjukkan pada orang lain kehidupanmu di desa ini?”
Ketika Zaltman dan istrinya melihat hasil pemotretan para penduduk desa tersebut, mereka berusaha menganalisis foto-foto tersebut. Ternyata, foto-foto tersebut bercerita sangat banyak. Setiap lembar foto menyimpang cerita, yang kadang penuh dengan drama, paradoks, dan kontradiksi. Sebagai contoh, banyak foto-foto tersebut yang tidak memotret bagian kaki. Awalnya Zaltman menganggap hal itu karena kesalahan teknik pengambilan gambar. Namun ternyata hal tersebut memang disengaja. Para penduduk desa tidak ingin menunjukkan kaki telanjang mereka, sebuah pesan yang sangat kuat untuk disampaikan.
Zaltman langsung tahu dia telah menemukan sesuatu yang penting, walau dia belum memiliki gambaran konkrit. Sebagai seorang profesor dari University of Pittsburgh, dia memutuskan untuk menyelidiki penemuannya itu dengan lebih dalam. Berkat bantuan seorang mahasiswa PhD-nya, Robin Coulter, Zaltman mengembangkan penyelidikan tersebut di negaranya. Mereka membagi-bagikan kamera dan meminta para subjek penelitian mengambil gambar-gambar yang mencermikan perasaan mereka terhadap produk atau layanan tertentu. Banyak dari subjek yang kesulitan mendapatkan momen yang sesuai, sehingga Zaltman memperbolehkan mereka mencari gambar-gambar tersebut dari buku atau majalah lain.
Perlahan-lahan, Zaltman akhirnya mengembangkan metode riset pasar baru, yang diberi nama Zaltman Metaphor Elicitation Method (ZMET), sebuah metode baru yang menggunakan bidang-bidang neurobiologi, psikoanalisis, linguistik, dan teori seni untuk mengungkapkan model mental konsumen. Teknik yang sudah dipatenkan ini dianggap sangat efektif untuk menggali ke alam bawah sadar konsumen karena alam bawah sadar manusia umumnya berkomunikasi melalui media visual. Teknik untuk mengetahui bawah sadar konsumen (atau manusia) melalui survei, interview, atau focus group sulit masuk terlalu jauh karena media penyelidikan yang digunakan adalah verbal. Ketika metode verbal dipakai untuk menangkap nuansa-nuansa visual, yang terjadi adalah mirip dengan dua orang yang menguasai bahasa yang berbeda harus berkomunikasi. Kadang secara intuitif, kita mungkin bisa menangkap maksud lawan bicara kita, tetapi pada kebanyakan kasus, yang sering terjadi adalah kesalahpahaman.
Secara singkat, metode ZMET ini terdiri dari 3 tahapan. Pada tahap pertama, seperti yang sudah dijelaskan di atas, para subjek diminta mencari gambar-gambar visual yang sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Setelah itu, pada tahap kedua, para subjek akan melalui wawancara intensif (sekitar 1-2 jam), di mana mereka harus menjelaskan alasan pemilihan gambar-gambar tersebut. Pewawancara, yang sering sudah dilatih untuk melakukan wawancara psikoanalisis, akan menggali alasan yang dikemukakan sedalam-dalamnya. Mereka mungkin akan mengajukan pertanyaan-pertanya an seperti: “Bila Anda bertanya pada telepon genggam Anda, apa kira-kira jawabannya?”, atau “Mengapa Anda memilih Agnes Monica? Apa yang kira-kira ingin disampaikan Agnes Monica kepada Anda lewat gambar tersebut?” Kemudian pada tahap ketiga, para subjek akan diminta menggabungkan gambar-gambar tersebut menjadi sebuah gambar besar. Melalui gambar besar tersebut, para subjek diminta menyimpulkan ide-ide yang ada di kepalanya.
Teknik ini, walau kadang kelihatan lucu atau tidak masuk di akal, namun telah terbukti cukup efektif dan saat ini banyak dipakai perusahaan-perusaha an multinasional seperti P&G, Motorola, dan Coca Cola. Sebagai contoh, ketika Motorola memakai teknik ini untuk memasarkan sistem keamanan mereka, gambar-gambar yang diperlihatkan menunjukkan banyaknya gambar anjing. Setelah diselidiki, ternyata anjing merupakan simbol keamanan dan kesetiaan, suatu hal yang dicari para konsumen dalam sebuah sistem keamanan. Apa yang dilakukan Motorola? Produk tersebut tidak diposisikan sebagai teknologi canggih, tetapi lebih sebagai teman setia. Nama produknya? The Watchdog.
GM yang memakai teknik serupa untuk memasarkan truk Chevrolet, menemukan banyaknya konsumen yang mengasosiasikan truk Chevrolet dengan batu. Koneksi tersebut dibuat karena mereka melihat produk tersebut memiliki kualitas-kualitas yang juga dimiliki bebatuan seperti mampu diandalkan dan bisa bertahan di kondisi yang buruk sekalipun. Pengetahuan tersebut lalu diterjemahkan ke iklan-iklan yang semakin memperkuat asosiasi tersebut secara luas.
ZMET jelas merupakan metode yang ampuh untuk mengenali keinginan terdalam konsumen, yang sering kelewatan bila memakai metode-metode lain yang lebih sederhana. Hanya saja memang dibutuhkan latihan tambahan bagi mereka yang ingin memakainya. Bagi pembaca yang tertarik untuk belajar teknik ini lebih jauh, sangat dianjurkan untuk membaca buku karangan Zaltman sendiri, How Customers Think.
(Catatan kecil: Tahun 1991, tak lama setelah perjalanannya ke Nepal, Zaltman pindah ke Harvard Business School, di mana dia tetap mengabdi sebagai profesor sampai saat ini.)
(sumber : internet)
0 comments:
Posting Komentar